Rabu, 27 Mei 2009

Banyak Wanita PSK Asli Kota Bandung

BANDUNG(SI) – Daerah asal wanita pekerja seks komersial (PSK) di Kota Bandung mulai terjadi perubahan. Realitasnya saat ini banyak ditemukan PSK yang merupakan perempuan asli Kota Bandung.

Kondisi ini berbeda dengan beberapa tahun lalu yang sebelumnya lebih banyak PSK di Kota Bandung yang berasal dari luar kota, seperti dari Kabupaten Indramayu, Garut,dan kota-kota di sekitar Bandung. Mereka pun cukup sering terjaring razia yang digelar Dinas Sosial (Dinsos) dan Satpol PP Kota Bandung.

Kepala Dinsos Kota Bandung Siti Masnun mengungkapkan,kenyataan tersebut sudah banyak berubah. Saat ini, PSK yang berkeliaran di beberapa titik jalan di Kota Bandung lebih banyak yang merupakan warga asli Bandung. Siti mencontohkan, saat razia beberapa waktu lalu yang digelar di beberapa ruas jalan, pihaknya berhasil menjaring sedikitnya 30 PSK.

Ketika didata,ternyata hampir semua PSK itu memiliki KTP Kota Bandung. ”Namun beberapa orang di antaranya bukan asli warga Kota Bandung.Banyak juga PSK tersebut berasal dari Garut atau Cianjur, tapi karena sudah lama berdomisili di Bandung, mereka sudah memiliki KTP Kota Bandung,”kata Masnun di sela-sela acara Peresmian Perpustakaan Daerah Kota Bandung di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Senin (25/5) lalu.

Selain itu, kini marak PSK yang masih dikategorikan remaja di bawah umur atau kurang dari 17 tahun. Masnun mengungkapkan, usia para PSK yang terjaring beberapa waktu lalu berkisar 16–47 tahun. PSK yang berusia muda lebih banyak dibanding yang berusia tua. Setelah dijaring, 17 orang dikirim ke panti sosial di Palimanan untuk memperoleh pembinaan.

Sisanya dibebaskan karena di bawah umur dan selanjutnya dikembalikan ke orangtua masing-masing untuk dibina. Dinsos juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung untuk melakukan pengecekan kemungkinan para PSK mengidap HIV/AIDS. Setelah diperiksa, dari 30 PSK yang terjaring itu, dua di antaranya dinyatakan positif mengidap HIV/ AIDS.

“Alasan mereka menjadi PSK masih standar yaitu karena faktor ekonomi.Mereka mengaku tidak memiliki keahlian lain untuk memperoleh penghasilan sehingga memilih untuk melacurkan diri,”tandasnya.

Setelah Saritem ditutup, papar Masnun, beberapa titik jalan di Kota Bandung semakin ramai dijadikan tempat mangkal bagi perempuan malam. Beberapa jalan yang dijadikan tempat mengkal di antaranya Jalan Otto Iskandardinata (Otista),kawasan Pasar Baru, Jalan Tegalega, Banceuy, dan lain-lain.

Untuk membina PSK itu pihaknya akan sering melakukan razia.Targetnya, minimal dalam satu tahun dilakukan razia sebanyak 12 kali.Razia yang dilakukan Dinsos tujuannya berbeda dengan razia oleh Satpol PP.Jika Satpol PP menggelar razia untuk menegakkan Perda Kebersihan,Ketertiban, dan Keindahan (K3), Dinsos melakukan razia untuk memberikan pembinaan kepada semua PSK agar memiliki mata pencaharian yang lebih baik.

Masnun menambahkan, Dinsos mengirimkan PSK untuk dibina ke panti sosial di Palimanan,Cirebon, minimal 60 orang setiap angkatannya.Mereka dibina agar setelah kembali ke masyarakat memiliki keterampilan untuk bekal kehidupan mereka selanjutnya.

Pengiriman ke Palimanan tersebut karena hingga kini Kota Bandung belum memiliki panti sosial khusus untuk membina PSK. “Untuk mengirimkan PSK ke panti sosial di Palimanan, kami tidak mengeluarkan biaya lagi karena kami sudah menjalin kerja sama dengan pemerintah daerahnya,” tandasnya.

Rawan Human Trafficking

Menanggapi banyaknya perempuan asli Bandung yang menjadi PSK, pendiri Institut Perempuan (IP) R Valentina Sagala menilai banyak faktor yang menyebabkan hal itu,mulai dari faktor ekonomi, kemiskinan, hingga rendahnya pendidikan.

Namun, ada faktor lain yang menyebabkan banyak perempuan berprofesi sebagai PSK, yakni masih dipandangnya perempuan sebagai obyek seksualitas kaum lelaki. “Dari cara pandang itulah pada akhirnya membuat perempuan dipandang juga sebagai komoditas seksual sehingga perempuan kerap dimanfaatkan sebagai bagian dari bisnis prostitusi,”kata Valentina di sela-sela Media Gathering bertema ”Kultur,TKI, dan Ketahanan Pangan” di RM Citra Sari, Jalan Soka, Kota Bandung,kemarin.

Dia mengatakan, semakin banyaknya perempuan asli Bandung yang menjadi PSK dimulai saat muncul imej bahwa perempuan Bandung cantik dan kerap jadi incaran setiap lelaki. Dari cara pandang itulah akhirnya dimanfaatkan pihak tertentu untuk menjadikan perempuan Bandung sebagai obyek dalam bisnis prostitusi.

“ Walaupun, belum ada riset yang benar-benar menyebutkan bahwa imej itu salah satu faktor dijadikannya perempuan Bandung sebagai PSK karena dinilai geulis.Pandangan itu memang ada di masyarakat,” tuturnya.

Selain itum Valentina mengungkapkan, Kota dan Kabupaten Bandung rawan perdagangan manusia (human trafficking). Kota dan Kabupaten Bandung malah menjadi daerah pengirim,transit, dan penampungan bagi para korban human trafficking itu sendiri. “Di Bandung ini lengkap. Kita jadi sending area, transit, dan penampungan mereka. Ini justru yang jarang kita sadari,”ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Badan PP&KB) Jawa Barat Suryadi menyatakan, ada dua persoalan yang dihadapi perempuan, yakni soal kualitas dan perlindungan.

Persoalan kualitas terkait masih minimnya pendidikan kaum perempuan, terutama di desa-desa. Selain kualitas, kaum perempuan juga perlu mendapat perlindungan.Sebab, kebanyakan dari mereka sering menjadi korban, entah human trafficking atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).“Jadi dari segi pendidikan mereka harus kuat,”ujar Suryadi.

2 komentar:

DNA_Industrial mengatakan...

waw kayak nya anda sudah pengalaman masalah tersebut???/ oke cuy u

FERI INdra PUTra (INPUT) mengatakan...

haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa